MANUSIA DAN
KEADILAN
Keadilan
menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan
sebagai titik tengah antara kedua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu
sedikit. Kedua ujung ekstrem ini menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua
orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka
masing-masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama, kalau tidak
sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang tidak sama,
sedangkan pelangggaran terjadap proporsi tersebut disebut tidak adil.
Keaadilan
oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah
orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal. Socrates
memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan akan
tercipta bilamana warga Negara sudah merasakan bahwa pemerintah sudah melakukan
tugasnya dengan baik.
Kong
Hu Cu berpendapat bahwa keadilan terjadi apabila anak sebagai anak, bila ayah
sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah melaksanakan
kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang sudah
diyakini atau disepakati.
Menurut
pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan
pelakuan yang seimbang antara hak-hak dan kewajiban
Setiap
kehidupan manusia dalam melakukan aktivitas nya pasti pernah mengalami
perlakuan yang tidak adil. Jarang sekali kita mengalami perlakuan yg adil dari
setiap aktivitas yang kita lakukan. Dimana setiap diri manusia pasti terdapat
suatu dorongan atau keinginan untuk berbuat jujur namun terkadang untuk
melakukan kejujuran itu sangatlah sulit dan banyak kendala nya yang harus di
hadapi, seperti keadaan atau situasi, permasalahan teknis hingga bahkan sikap
moral.
John
Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka
abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama
dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran"
.
Dampak
positif dari keadilan itu dapat menghasilkan kreatifitas dan seni tingkat
tinggi, karena ketika seseorang mendapat perlakuan yang tidak adil maka orang
tersebut akan mencoba untuk bertanya atau melalukan perlawanan “protes” dengan
caranya sendiri. Dan dengan cara itulah yang dapat menghasilkan kreatifitas dan
seni tingkat tinggi seperti demonstrasi, melukis, menulis dalam bentuk apapun
hingga bahkan membalasnya dengan berdusta dan melakukan kecurangan.
Adapun
macam-macam keadilan sebagai berikut :
1. Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato
berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari
masyarakat yang membuat dan menjadi kesatuannya. Dalam masyarakat yang adil
setiap orang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasarnya paling cocok baginya
(the man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan
oleh yang lainnya disebut keadilan legal.
2.
Keadilan Distributif
Aristoteles
berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama
diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan tidak sama
(justice is done when equels are treated equally).
3.
Kadilan Komutatif
Keadilan
ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan
umum.Bagi Aristoteles pengertian keadilan ini merupakan asas pertalian dan
ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem
menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian
dalam masyarakat.
4. Kejujuran
Kejujuran
atau jujur artinya apa-apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati
nuraninya, apa yang dikatakan sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang
kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada.
5.
Kecurangan
Kecurangan
atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula
dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Curang atau kecurangan artinya apa
yang diinginkan tidak sesuai dengan hari nuraninya atau, orang itu memang dari
hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa
bertenaga dan berusaha. Kecurangan menyebabkan orang menjadi serakah, tamak,
ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai
orang yang paling hebat, paling kaya, dan senang bila masyarakat
disekelilingnya hidup menderita.
6.
Pemulihan nama baik
Nama
baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak
tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya baik.
Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah
suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Penjagaan nama baik erat
hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan.
7.
Pembalasan
Pembalasan
ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan
yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku
yang seimbang. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang
bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yagn penuh
kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya,
manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial. Dalam bergaul manusia harus
mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah
yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang
melanggar hak dan kewajiban manusia. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki
hak dan kewajibannya dilanggar,maka manusia berusaha mempertahankan hak dan
kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.
Kesimpulan
:
Dalam
lingkungan manusia, kita memerlukan keadilan agar tercipta kedamaian dan
kerukunan pada lingkungan tersebut. Setiap manusia harus mimiliki sifat adil
satu dengan yang lainnya. Manusia tidak boleh hanya memikirkan dirinya sendiri.
Jika manusia hanya memikirkan dirinya sendiri maka keadilan tidak akan tercipta
dan akan merugikan diri sendiri serta orang lain. Untuk itu kita sesama manusia
diwajibkan untuk saling membantu dan adil terhadap sesama. Keadilan sangat
diperlukan agar tercipta kedamaian dan keseimbangan terhadap sesama.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar