KONFLIK ORGANISASI
A. Pengertian
Konflik
Konflik adalah pergesekan atau
friksi yang terekspresikan di antara dua pihak atau lebih, di mana
masing-masing mempersepsi adanya interferensi dari pihak lain, yang dianggap
menghalangi jalan untuk mencapai sasaran. Konflik hanya terjadi bila semua
pihak yang terlibat, mencium adanya ketidaksepakatan
Para pakar ilmu perilaku
organisasi, memang banyak yang memberikan definisi tentang konflik. Robbins,
salah seorang dari mereka merumuskan Konflik sebagai : "sebuah proses
dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha
yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan (blocking) yang
menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mancapai tujuan
yang diinginkan atau merealisasi minatnya". Dengan demikian yang dimaksud
dengan Konflik adalah proses pertikaian yang terjadi sedangkan peristiwa yang
berupa gejolak dan sejenisnya adalah salah satu manifestasinya.
Dua orang pakar penulis dari
Amerika Serikat yaitu, Cathy A Constantino, dan Chistina Sickles Merchant
mengatakan dengan kata-kata yang lebih sederhana, bahwa konflik pada dasarnya
adalah: "sebuah proses mengekspresikan ketidapuasan, ketidaksetujuan, atau
harapan-harapan yang tidak terealisasi". Kedua penulis tersebut sepakat
dengan Robbins bahwa konflik pada dasarnya adalah sebuah proses. Konflik dapat
diartikan sebagai ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau
kelompok-kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan
sumber daya yang langka secara bersama-sama atau menjalankan kegiatan
bersama-sama dan atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai-nilai dan
persepsi yang berbeda. Anggota-anggota organisasi yang mengalami
ketidaksepakatan tersebut biasanya mencoba menjelaskan duduk persoalannya dari
pandangan mereka.
Lebih jauh Robbins menulis bahwa
sebuah konflik harus dianggap sebagai "ada" oleh fihak-fihak yang
terlibat dalam konflik. Dengan demikian apakah konflik itu ada atau tidak ada,
adalah masalah "persepsi" dan bila tidak ada seorangpun yang
menyadari bahwa ada konflik, maka dapat dianggap bahwa konflik tersebut memang
tidak ada.
Tentu saja ada konflik yang hanya
dibayangkan ada sebagai sebuah persepsi ternyata tidak riil. Sebaliknya dapat
terjadi bahwa ada situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai
"bernuansa konflik" ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena
nggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik. Selanjutnya,
setiap kita membahas konflik dalam organisasi kita, konflik selalu
diasosiasikan dengan antara lain, "oposisi" (lawan),
"kelangkaan", dan "blokade".
Diasumsikan pula bahwa ada dua
fihak atau lebih yang tujuan atau kepentingannya tidak saling menunjang. Kita
semua mengetahui pula bahwa sumberdaya dana, daya reputasi, kekuasaan, dan
lain-lain, dalam kehidupan dan dalam organisasi tersedianya terbatas. Setiap
orang, setiap kelompok atau setiap unit dalam organisasi akan berusaha
memperoleh semberdaya tersebut secukupnya dan kelangkaan tersebut akan
mendorong perilaku yang bersifat menghalangi oleh setiap pihak yang punya
kepentingan yang sama. Pihak-pihak tersebut kemudian bertindak sebagai oposisi
terhadap satu sama lain. Bila ini terjadi, maka status dari situasi dapat
disebut berada dalam kondisi "konflik".
B. Macam-Macam Konflik
1. Dari segi fihak yang terlibat dalam
konflik
a) Konflik individu dengan individu
Konflik semacam ini dapat terjadi
antara individu pimpinan dengan individu pimpinan dari berbagai tingkatan.
Individu pimpinan dengan individu karyawan maupun antara inbdividu karyawan
dengan individu karyawan lainnya.
b) Konflik individu dengan kelompok
Konflik semacam ini dapat terjadi
antara individu pimpinan dengan kelompok ataupun antara individu karyawan
dengan kempok pimpinan.
c) Konflik kelompok dengan kelompok
Ini bisa terjadi antara kelompok
pimpinan dengan kelompok karyawan, kelompok pimpinan dengan kelompok pimpinan
yang lain dalam berbagai tingkatan maupun antara kelompok karyawan dengan
kelompok karyawan yang lain.
2. Dari segi dampak yang timbul
Dari segi dampak yang timbul,
konflik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konflik fungsional dan konflik
infungsional. Konflik dikatakan fungsional apabila dampaknya dapat memberi
manfaat atau keuntungan bagi organisasi, sebaliknya disebut infungsional
apabila dampaknya justru merugikan organisasi. Konflik dapat menjadi fungsional
apabila dikelola dan dikendalikan dengan baik.
Contoh konflik yang fungsional
dengan kasus seorang manajer perusahaan yang menghadapi masalah tentang
bagaimana mengalokasikan dana untuk meningkatkan penjualan masing-masing jenis
produk. Pada saat itu setiap produk line berada pada suatu devisi. Salah satu
cara pengalokasian mungkin dengan memberikan dana tersebut kepada devisi yang
bisa mengelola dana dengan efektif dan efisien. Jadi devisi yang kurang
produktif tidak akan memperoleh dana tersebut. Tentu saja di sini timbul
konflik tentang pengalokasian dana. Meskipun dipandang dari fihak devisi yang
menerima alokasi dana yang kurang, konflik ini dipandang infungsional, tetapi
dipandang dari perusahaan secara keseluruhan konflik ini adalah fungsional,
karena akan mendorong setiap devisi untuk lebih produktif.
C. Strategi Penyelesaian Konflik
Pendekatan penyelesaian konflik
oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama/tidak kerjasama
dan tegas/tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada 5
macam pendekatan penyelesaian konflik ialah :
1. Menghindar
Menghindari konflik dapat
dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau
jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan
ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak
yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer perawat yang terlibat
didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak
mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan
diskusi”
2. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang
lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut
penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan
memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Perawat yang menjadi
bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan
kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda
percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih
dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai
anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode
yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
4. Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan
menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima,
serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana
individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.Perlu adanya satu
komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling
memperhatikan satu sama lainnya.
D. Metode Penyelesaian Konflik
Ada tiga metode penyelesaian
konflik yang sering digunakan, yaitu dominasi atau penekanan, kompromi, dan
pemecahan masalah integratif.
Dominasi atau penekanan. Dominasi
atau penekanan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Kekerasan (forcing) yang bersifat penekanan otokratik.
2. Penenangan (smoothing), merupakan cara yang lebih
diplomatis.
3. Penghindaran (avoidance) dimana manajer menghindar untuk
mengambil posisi yang tegas.
4. Aturan mayoritas (majority rule), mencoba untuk
menyelesaikan konflik antar kelompok dengan melakukan pemungutan suara (voting)
melalui prosedur yang adil.
Kompromi, manajer mencoba
menyelesaikan konflik melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima oleh
pihak yang bertikai.
Sumber :
http://boycharotz1st.blogspot.com/2013/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar